iklan banner pemrov sulsel
Banner PDAM Makassar
Banner dprd wajo

Sabda Pranawa Djati : ASPEK Indonesia Desak RUU Ciptaker Ditarik Kembali

waktu baca 4 menit

Suaralidik.com, _Jakarta. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak Pemerintah untuk menarik kembali RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas di DPR, karena RUU Cipta Kerja hanya menguntungkan pemodal/pengusaha dan sangat merugikan pekerja maupun calon pekerja.

RUU Cipta Kerja akan menghilangkan kepastian jaminan kerja, jaminan upah dan jaminan sosial, sehingga rakyat akan semakin sulit mendapatkan kesejahteraan dan keadilan sosial yang menjadi haknya. Selain itu, RUU Cipta Kerja yang disusun oleh tim yang seluruhnya pengusaha, sangat rawan adanya pasal selundupan yang akan merugikan Bangsa Indonesia di masa depan.

Pemerintah dan DPR jangan memaksakan untuk terus membahas dan mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU karena banyak elemen masyarakat yang menolak RUU Cipta Kerja. Di masa pandemi Covid 19, DPR pun belum maksimal dalam menyerap aspirasi rakyat, karena keterbatasan PSBB.

Demikian dikemukakan Sabda Pranawa Djati, SH yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) di Jakarta. Berikut petikan wawancara dengan Sabda Pranawa Djati.

Pertanyaan :Apa dampak negatif RUU Omnibus Law terhadap perlindungan dan rasa keadilan bagi kaum buruh yang “terpinggirkan”?

Jawaban: RUU Cipta Kerja mereduksi jaminan perlindungan upah, jaminan sosial dan jaminan kepastian kerja, yang selama ini sudah ada di UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.

Hilangnya upah minimum karena tidak ada lagi upah minimum kota/kabupaten, dan upah minimum hanya dihitung dari pertumbuhan ekonomi saja. Padahal di UU 13/2003, upah minimum ditetapkan berdasar 3 komponen yaitu kebutuhan hidup layak, inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

RUU Cipta Kerja juga membuat pekerja hanya akan dibayar upah per jam.
Selain upah, jaminan kepastian kerja juga akan hilang karena pekerja kontrak dan outsourcing dibebaskan di segala jenis pekerjaan, tanpa batas waktu.

Sehingga pekerja akan mudah direkrut dan mudah di-PHK secara sepihak. Perlindungan jaminan sosial untuk pekerja otomatis juga akan ikut hilang karena hubungan kerjanya hanya kontrak dan outsourcing.

Pertanyaan : Dalam Pasal 26A (2) RUU Ciptaker di mana terdapat kalimat ‘penanaman modal asing harus mengutamakan kepentingan nasional’. Ada tanggapan?

Jawaban: Kepentingan nasional atau kepentingan pengusaha nasional? RUU Cipta Kerja sangat sarat dengan kepentingan pengusaha karena disusun oleh pengusaha dan menghilangkan hak rakyat untuk mendapat jaminan kesejahteraan dan pekerjaan yang layak.

Semua produk UU seharusnya memberikan jaminan perlindungan kepada rakyat dan bangsa Indonesia karena itu dijamin dalam UUD 1945. Namun ternyata RUU Cipta Kerja justru mengabaikan UUD 1945.

Pertanyaan : Banyak DIM di omnibus law yang dinilai kurang memperhatikan UU yang pernah dibatalkan MK?
Jawaban: RUU Cipta Kerja yang mengabaikan putusan MK yang telah membatalkan suatu UU, jelas adalah bentuk otoriter dan pelanggaran terhadap UUD 1945.

Putusan MK yang telah membatalkan suatu UU adalah karena UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Jika kemudian Pemerintah mengabaikan Putusan MK, artinya Pemerintah tidak tunduk pada hukum dan tidak tunduk pada amanah konstitusi UUD 1945. Padahal, sumber hukum utama di Indonesia adalah UUD 1945.

Pertanyaan : Banyak pakar menilai terjadi kekosongan hukum dan tumpang tindih antara RUU Cipta Kerja dengan UU lama yang diubah (79 UU terdampak)?

Jawaban: Pasti akan banyak menimbulkan kekosongan hukum, karena sifatnya yang “sapu jagat”. Makanya Pemerintah memaksakan adanya Pasal 170 untuk memberikan kewenangan lebih kepada Pemerintah untuk bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah.

Ini sangat berbahaya bagi kehidupan bernegara, karena memungkinkan Pemerintah untuk membuat aturan yang berpotensi hanya menguntungkan “lingkaran istana” tanpa mengindahkan konstitusi UUD 1945 dan tanpa melibatkan DPR.

Pertanyaan : Fraksi-fraksi di DPR terkesan belum seluruhnya melakukan pendalaman materi sehingga kurang memahami maksud dari setiap norma yang ada dalam draft RUU Cipta Kerja. Ada tanggapan?

Jawaban: DPR tidak boleh lupa diri bahwa anggota DPR adalah wakil rakyat yang harus memperjuangkan hak kesejahteraan dan keadilan seluruh rakyat, termasuk menjaga kedaulatan negara dan dilaksanakannya UUD 1945. DPR jangan hanya menjadi “stempel” dari keinginan Pemerintah.

Jika benar bahwa fraksi-fraksi di DPR belum melakukan pendalaman secara detail sehingga tidak paham maksud dari norma yang ada di RUU Cipta Kerja, ini sangat ironis dan berbahaya! Ironis karena DPR dibiayai dari uang rakyat, dan berbahaya karena RUU Cipta Kerja akan berdampak serius bagi masa depan Indonesia.

Jangan sampai RUU Cipta Kerja ini lolos jadi UU. seharusnya DPR menolak RUU Cipta Kerja, karena DPR adalah wakil rakyat (Red/Wijaya)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

perhapmi
perhapmi