Indonesia Disentil Media Asing : Gagal Tangani “Covid-19”
Suaralidik.com,_Jakarta. Media Asing Melbourneasiareview mengkritik cara pemerintah Indonesia melawan virus corona jenis baru atau covid-19. Mereka menyebut cara indonesia melawan krisis adalah yang terburuk di Asia Tenggara.
Tulisan yang berjudul “Indonesia sedang mengeksploitasi krisis COVID-19 untuk tujuan yang tidak liberal” itu salah satunya menyorot angka kematian yang tinggi, yaitu diatas 7 persen. Padahal beberapa negara hanya melaporkan angka kematian pada kisaran 0-3 persen.
Keengganan pemerintah untuk memberikan jaminan sosial kepada mereka yang membutuhkan, juga dugaan penggunaan dana bantuan, adalah sebagian kecil permasalahaan lain. Indonesia juga memiliki sedikit akuntabilitas dalam kaitannya dengan penggunaan uang terkait COVID-19.
Mereka kemudian menyebut elit politik-bisnis menggunakan krisis sebagai kesempatan untuk mengeluarkan banyak undang-undang kontroversial, membuka jalan bagi para penjarah untuk lebih leluasa.
Presiden Jokowi mengumumkan pembatasan sosial skala besar (PSBB) yang akan digabungkan dengan kebijakan “darurat sipil” untuk memberlakukan kuncian untuk memperlambat penyebaran COVID-19.
Darurat sipil diberlakukan jika PSBB yang ada tidak berfungsi dengan cukup baik.
Kelompok-kelompok advokasi berpendapat bahwa status darurat sipil tidak diperlukan sebab undang-undang tentang mitigasi bencana dan karantina kesehatan sudah cukup.
Motif pemerintah terlihat mencurigakan karena berdasarkan undang-undang karantina kesehatan yang ada (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan), dengan menerapkan karantina teritorial (kuncian), pemerintah pusat harus menyerahkan pembayaran jaminan sosial. Namun tidak ada kewajiban seperti itu pada pemerintah ketika PSBB diterapkan, atau jika status darurat sipil berlaku.
Kendati bantuan-bantuan telah digelontorkan, pemilihan PSBB masih dianggap sebagai upaya pemerintah yang tak sanggup memberikan jaminan pada masyarakat.
Diketahui belakangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membuka kembali jalur transportasi, ini kemudian kembali memicu kontroversi karena potensi penyebaran virus menjadi semakin besar.
Di sisi lain, dalam beberapa hari terakhir kasus penambahan positif covid-19 naik secara signifikan, rata-rata diatas angka 400. Sementara, beberapa negara Asia Tenggara lain tampak mengalami angka penurunan.
Vietnam misalkan, sudah sejak beberapa hari terakhir tidak memiliki tambahan kasus. Begitu juga Thailand yang nol kasus dalam dua hari terakhir.Media tersebut juga menyinggung soal adanya konflik kepentingan saat pandemi terjadi.
Dua anggota staf khusus presiden yang terlibat dalam konflik kepentingan antara peran publik mereka dan kepentingan pribadi sehubungan dengan dana bantuan Covid-19. Salah satu program pemerintah yang menyediakan pelatihan online untuk pekerja diberhentikan di tengah pandemi.
Sebuah perusahaan rintisan pendidikan Ruangguru, yang CEO-nya adalah staf kepresidenan Adamas Belva Syah Devara, mengundurkan diri dalam tugasnya.
Setelah Devara, staf presiden lainnya, Andi Taufan Garuda Putra, juga telah dituduh memiliki konflik kepentingan setelah mengirim surat kepada bupati di kop surat resmi pemerintah.
Hanya ada sedikit akuntabilitas dalam hal pengeluaran terkait COVID pemerintah Respons pandemi COVID-19 pemerintah juga memberikannya kekuasaan yang berlebihan atas anggaran negara.
Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pemerintah sehubungan dengan COVID-19 dianggap sebagai langkah untuk mengamankan perekonomian dari krisis.
Kemudian pemerintah juga membungkam kritik, seperti terjadi pada aktivis Ravio Patra yang ditangkap kepolisian beberapa waktu lalu.
Kepolisian menuduh Ravio melakukan pesan hasutan di media sosial, padahal belakangan diketahui akun whatsapp pribadinya dibobol.
Artikel tersebut juga menyinggung soal ketidakmampuan pemerintah dalam memasang strategi. Pemerintah malah disebut mengaburkan sifat non-liberal Indonesia.
Artikel sebut mengatakan kekacauan dalam menangani wabah ini lebih baik dilihat sebagai konsekuensi dari sistem politik dan ekonomi Indonesia yang non-liberal.
Dalam konteks ini, banyak elit politik-bisnis cenderung memandang kekacauan sebagai peluang untuk mewujudkan kepentingan serta meningkatkan kekuatan dan sumber daya materi mereka. Mereka telah mengeksploitasi krisis untuk tujuan yang opresif dan mengabaikan kaum yang paling rentan (https://babe.topbuzz.com).
Sementara itu, pemerhati masalah Indonesia, Ann Davos mengatakan, ditengah banyaknya permasalahan yang harus diakui kurang berhasil diselesaikan atau dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah, termasuk didalamnya banyaknya opini kontradiktif yang berkembang akhir-akhir ini, bahkan oknum pejabat juga terlibat dalam pembuatan narasi kontradiktif membuat media asing semakin berani mengkritisi kinerja pemerintahan.
“Fenomena dan fakta ini jelas akan mendiskreditkan pemerintahan Jokowi bahkan akan menggerus kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan ini sinyal serius yang tidak dapat dipandang sebelah mata, oleh karena itu jajaran kementerian/lembaga harus all out bekerjasama dengan media nasional, lokal dan internasional yang pro ke Indonesia,” ujarnya menyarankan (Red).