BP2MI Makassar : Pekerja Migran Indonesia Jangan Hanya Fokus pada Malaysia
Makassar, suaralidik.com – Kepala Unit Pelaksna Teknis (UPT) Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Makassar Moch Agus Bustami mengimbau agar calon pekerja migran indonesia (CPMI) yang akan belerja ke luar negeri tidak hanya berfokus pada negara tujuan Malaysia.
Menurutnya, Banyak negara yang lebih menjanjikan dalam segi upah dan juga undang-undang perlindungan untuk pekerja migran.
“Setiap obrolan Saya dengan pelaku usaha jasa penempatan pekerja migran, Saya sedang gencar mengimbau, menyarankan agar mengubah orientasi, jangan ke Malaysia saja,” kata Agus Bustami usai melakukan pertemuan dengan Ketua Satgas PMI Sulsel Muh Darwis K dan Owner RS Sandi Karsa di Kota Makassar pada Sabtu (2/7) sore.
Lebih jauh dijelaskannya, bahwa gaji PMI yang dapat diperoleh pekerja migran di negara Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, dan Jerman akan jauh lebih besar dibandingkan yang diberikan Malaysia atau Timur Tengah.
“Ini contoh, Jepang itu gajinya bisa 22 juta, dan bisa sampai 30 juta dengan bonus dan lembur. Kemudian Korea, Taiwan, Hongkong itu di atas 18 juta, bisa sampai 25 juta, belum Jerman standarnya bisa 34 juta sampai 40 juta,” ujarnya.
Namun, menurutnya, pengetahuan akan negara-negara yang menjanjikan itu belum banyak diketahui oleh masyarakat. “Kalau ke Timur Tengah kan seolah-olah kalau dengan bekerja di sana bisa sekalian saja berumroh,” katanya.
BP2MI Pusat
BP2MI sedang mempersiapkan sosialisasi secara masif untuk memperluas pengetahuan masyarakat yang akan bekerja ke luar negeri agar tidak berfokus hanya kepada dua negara itu saja.
“Nah tadi cara melawannya adalah dengan sosialisasi yang secara masif kemudian menyampaikan dalam sosialisasi apa risiko untuk pekerja tidak resmi,” Jelas Kepala BP2MI Benny Ramdhani dikutip dari Web Sisko BP2MI pada Senin (4/7).

“Kemudian disampaikanlah bahwa ada negara-negara yang lebih menjanjikan, dua hal minimal, yang memiliki standar gaji yang sangat tinggi dan juga undang-undang perlindungan yang sangat kuat pada pekerja migran,” tambah Benny.
Ia mengaku tengah melaksanakan program penempatan-penempatan secara resmi melalui berbagai metode yang diperbarui. Hal tersebut dilakukan pihaknya agar melahirkan pekerja yang berkompeten.
“Misalnya setiap yang akan berangkat resmi harus mengikuti pelatihan. Pelatihan ini akan melahirkan pekerjaan yang memiliki keahlian, keterampilan di bidang pekerjaan yang dia pilih, kemampuan berbahasa asing sehingga dia disebut sebagai pekerja yang kompeten atau memiliki kompetensi,” tuturnya.
Namun hingga kini, tambahnya, anggaran yang diberikan terhadap programnya itu masih sangat lemah. “Naif kita ingin melawan praktek penempatan yang ilegal, tapi di sisi lain kita tidak bisa menciptakan program-program yang ideal untuk menciptakan pekerja yang kompeten yang bisa merebut persaingan peluang kerja yang ini adalah kompetisi global,” katanya.