banner pemprove sulsel
banner pemkot makassar new
iklan PDAM Pemkot Makassar

Usai Laksanakan Autopsi Terhadap Almarhum Virendy, Keluarga Korban : Ada Kejanggalan

waktu baca 4 menit

Makassar, SuaraLidik.com – Tim Dokter Forensik Dokpol Biddokes Polda Sulsel bersama Inafis Polres Maros, melaksanakan proses autopsi terhadap jenazah Virendy, di lokasi Pekuburan Pannara, Kamis (26/01/2023).

Dalam pelaksanaan autopsi kemarin, ada hal yang menimbulkan tanda tanya bagi kami keluarga.

Sehari sebelum pelaksanaan autopsi, Kasat Reskrim Polres Maros mendatangi kami di rumah Telkomas untuk membicarakan pelaksanaan otopsi yang ditetapkan jadwalnya, Kamis 26 Januari 2023 pukul 09.00 Wita.

Saat itu, kami pun menanyakan, apakah keluarga bisa ikut menyaksikan pelaksanaan otopsi? Dan dijawab, nanti hanya ada 1 dari anggota keluarga yang boleh menyaksikan langsung jalannya autopsi.

Dan disepakatilah Ny. Femmy Lotulung, ibu almarhum yang akan ikut menyaksikan pelaksanaan autopsi.

Tapi saat hari pelaksanaan autopsi, ibu almarhum tidak diizinkan masuk menyaksikan jalannya autopsi dan kemudian dijanjikan nanti setelah tim dokter selesai autopsi baru keluarga boleh masuk untuk menggantikan/mengenakan baju baru ke almarhum.

Ketua Tim Dokter Forensik juga menyampaikan kalau ada anggota keluarga yang berlatar belakang medis, apakah dokter atau perawat boleh masuk untuk ikut menyaksikan langsung jalannya autopsi.

Setelah ibu almarhum tidak diperkenankan masuk ke dalam tenda tempat pelaksanaan autopsi, datang Kanit Tipidum Polres Maros menyampaikan ke saya bahwa kalau ada anggota keluarga dari tenaga medis (dokter atau perawat) boleh masuk menyaksikan langsung pelaksanaan autopsi.

Mendapat penyampaian itu, saya langsung menelpon kakak kandung saya yang berprofesi dokter, dr. Johanna Wehantouw. Kakak saya kemudian datang ke lokasi autopsi.

Tapi anehnya lagi, Kasat Reskrim menghalangi dan tidak mengizinkan dan ngomong mau berkoordinasi dulu dengan tim dokter forensik yang ada di dalam tenda tertutup.

Setelah masuk kembali ke tenda tertutup, Kasat Reskrim tidak keluar lagi. Akhirnya kakak saya hendak langsung masuk tapi dicegat seorang wanita anggota tim forensik yang selanjutnya masuk memanggil Kasat Reskrim.

Ketika Kasat Reskrim keluar dari tenda autopsi, dia langsung menggiring kakak ke tempat saya berdiri. Terjadilah perdebatan dan bersitegang karena Kasat Reskrim terkesan tidak menghendaki kakak saya masuk menyaksikan pelaksanaan autopsi. Kejadian ini sontak mengundang perhatian banyak orang.

Kasat Reskrim tidak izinkan kakak saya masuk dengan alasan khawatir muncul opini. Setelah saya dan kakak saya bersikeras menyampaikan bahwa kehadiran kakak saya masuk menyaksikan jalannya autopsi itu hanya untuk diketahui dan menjadi privasi keluarga saja.

Setelah itu, barulah Kasat Reskrim membawa kakak saya masuk ke dalam tenda tempat autopsi berlangsung. Itupun kakak saya tidak terlalu lama di dalam dan sudah keluar lagi serta tidak mengikuti sampai selesai.

Sesudah tim dokter forensik melaksanakan autopsi dan meninggalkan tenda tempat autopsi, kami keluarga diminta bersiap-siap untuk masuk kedalam tenda autopsi guna mengganti dan mengenakan pakaian ke jenazah almarhum.

Keluarga yang hendak masuk diharuskan menggunakan kaos tangan, mengenakan masker dan beberapa petunjuk lainnya.

Setelah bersiap dan hendak masuk, kami masih disuruh menunggu komando dari dalam tenda. Saat itu dalam tenda sisa Kasat Reskrim dan beberapa petugas Inafis Polres Maros.

Usai menunggu beberapa lama, setelah ada komando dari Kasat Reskrim akhirnya keluarga disuruh masuk. Saat masuk, kami sekeluarga terkejut karena mayat korban sudah rapih mengenakan pakaian baru. Padahal sejak awal sudah disampaikan bahwa kami dari keluarga yang akan menggantikan/mengenakan pakaian ke tubuh almarhum, karena pakaian lama sudah kotor dan rusak di gunting.

Maka dari itu, timbul tanda tanya, apakah pihak penyidik Polres Maros tidak menginginkan kami keluarga melihat dan mengetahui bagian-bagian tubuh almarhum yang dibedah oleh tim dokter forensik.

Tanda tanya dan kecurigaan keluarga semakin menguat ketika disampaikan bahwa hasil autopsi mayat di tenda lokasi pekuburan ini selanjutnya akan dibawa ke laboratorium Unhas.

Pertanyaanya yang melakukan autopsi adalah Tim Dokter Forensik Dokpol Biddokes Polda Sulsel, tapi kenapa untuk pemeriksaan selanjutnya harus dibawa ke laboratorium Unhas.

Kami sekeluarga jelas jadi trauma mengingat faktanya sejak kematian Virendy, tidak ada tanggung jawab pihak Unhas dan terkesan lepas tangan serta terindikasi berupaya keras membungkam kasus ini agar bisa lepas dari jeratan hukum guna menjaga nama baik Unhas.

Sewaktu hal ini ditanyakan oleh Viranda, kakak almarhum via WA ke Kanit Tipidum, kenapa harus dibawa ke laboratorium Unhas? Kenapa tidak dibawa ke RS Bhayangkara atau laboratorium forensik milik Polri? Apakah Polri atau RS Bhayangkara tidak punya laboratorium forensik? Kemudian dijawab dengan alasan bahwa laboratorium Unhas lebih lengkap peralatannya.

Sedangkan kata Kanit Reskrim mengatakan bahwa dia akan menanyakan kembali ke pihak Biddokes Polda Sulsel.

Tak lama kemudian Kanit memberikan jawaban lagi via WA ke Viranda bahwa dari keterangan Kasat Reskrim bahwa hasil autopsi di lokasi kuburan bukan dibawa ke laboratorium Unhas, tetapi akan dibawa ke sebuah laboratorium swasta berlokasi di bilangan ruko di Jalan Gunung Bulusaraung.

Menurut Kasat Reskrim, dokter di laboratorium tersebut adalah alumni Unhas. Laboratorium itu setelah kami telusuri ternyata hanya berpredikat bintang 3.

Semua kejanggalan itu jujur saja semakin membuat pihak keluarga semakin merasa yakin ada upaya pihak Unhas berkolaborasi dengan sejumlah pihak, untuk berusaha keras bagaimana menutupi, membungkam kasus ini, dan melindungi oknum-oknum pihak Mapala FT Unhas dari jeratan hukum.(*)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

perhapmi
perhapmi