iklan banner pemrov sulsel
Banner PDAM Makassar
Banner dprd wajo

PLH Sulsel, AMDAL Tambang Pasir Laut di Perairan Makassar Sudah Sesuai Aturan

waktu baca 4 menit
Foto Lokasi Tambang Pasir Laut

Makassar, suaralidik.com – Kepala Dinas Pengelolah Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan Ir.H.Andi Hasdullah,M.Si membantah tudingan Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang menganggap aktivitas penambangan di perairan Takalar dan Makassar menimbulkan dampak kerusakan bagi lingkungan pesisir dan kondisi sosial-ekonomi nelayan sekitar lokasi penambangan.

Hal ini diungkapkan Andi Hasdullah setelah menurunkan Tim untuk meninjau lokasi yang selama ini dituntut oleh berbagai aktivis dan petani Nelayan di depan kantor Gubernur Sulawesi Selatan.

Tim pemantau menyisir dua lokasi, yakni Lokasi Reklamasi MNP dan Quarry Penambangan Pasir Galesong Utara Kabupaten Takalar.

Pemantauan sekaligus penelitian lokasi tambang yang dituntut oleh kalangan Aktivis dan Nelayan ini dipimpin langsung oleh Kadis PLH SulSel, Ir. H. Andi Hasdullah, M.Si, hadir pula Ahli lingkungan FPIK UMI, Andi Tamzil, pejabat pengawas lingkungan dan sejumlah media dan Koalisi LSM Lembaga Kemitraan Pemberantasan Kejahatan Indonesia yang dimotori ASDAR AKBAR, Sabtu,10/10/2020.

Menurut Andi Hasdullah, Hasil evaluasi check fakta pemantauan lapangan tambang pasir Galesong Utara adalah normal dan penuh kaidah ramah lingkungan serta sudah sesuai dengan dokumen amdalnya. Sama sekali tidak ada korelasi dengan tuntutan para pendemo dimana Walhi meminta izin tambang itu dicabut oleh Gubernur Sulsel. Ucap Andi Hasdullah

Melalui siaran pers, Andi Hasdullah dengan tegas membantah tudingan aktivis Walhi yang mengatakan penambangan pasir yang dilakukan kapal asal Belanda itu mengurangi pendapatan nelayan khususnya masyarakat pulau Kodingareng. 

“Ada isu yang mengatakan dengan adanya tambang pasir itu masyarakat Kodingareng mengalami penurunan penangkapan ikan. Saya jelaskan bahwa pengisapan pasir itu tidak berada di Kodingareng tetapi berada di Takalar, tepatnya di kecamatan Galesong Utara” tegas Hasdullah. 

Andi Hasdullah juga menjelaskan bahwa jarak atau titik penambangan yang dilakukan kapal asal Belanda itu dengan Pulau Kodingareng cukup jauh yakni berkisar 12-13 kilometer.

Foto kapal Queen Of The Netherlands yang melakukan aktivitas penambangan
Foto kapal Queen Of The Netherlands yang melakukan aktivitas penambangan

“Jarak atau titik penambangan yang dilakukan kapal asal Belanda itu dengan pulau Kodingareng cukup jauh, yakni berkisar 12-13 Kilometer Sehingga isu daya tangkap ikan nelayan menurun itu juga tidak bisa dibuktikan karena radius pengisapan pasir ini hanya berdiameter 300 meter saja. Jika dilihat jarak antara lokasi penambangan dengan pulau jaraknya itu kurang lebih 13 km sehingga lokasi tangkap masih luas” urainya. 

Mantan Kadis Kominfo Sulsel itu juga menanggapi isu terkait kekeruhan air akibat aktivitas penambangan. Hasil kajian amdal yang dilakukan DPLH, berdasarkan simulasi di lokasi pengerukan sesuai rekomendasi Dinas Perikanan, kekeruhan air hanya berdiameter 300 sampai 400 meter saja. 

Setelah itu air kembali jernih, karena dia menggunakan pengisapan teknologi tinggi. Teknologi itu tidak menggaruk pasir, dia hanya mengisap dengan teknologi tinggi sehingga daya kekeruhannya itu sangat minimal. Kemudian isu terjadinya abrasi di pulau Kodingareng itu tidak ada, karena jaraknya sudah jauh keluar berdasarkan Peraturan Zonasi No 2 tahun 2019 tentang Zonasi Wilayah Tambang wajib berada diluar 8 mil dari bibir pantai terluar” jelasnya. 

“Tambang ini kan ada dua tahap. Tahap pertama sebelum Peraturan tentang Zonasi itu keluar yang titiknya dekat pantai. Setelah Gubernur membuat Peraturan tentang Zonasi ini menihilkan dampak negatif. Itu juga melalui kajian akademik dan dibahas dalam proses waktu yang panjang baru dapat disahkan. Perusahaan tambang yang ada saat ini yakni PT Banteng Laut dan Nugraha ini sudah sesuai dengan Peraturan Zonasi itu” sambungnya.

Selain itu, Andi Hasdullah  juga menanggapi isu masyarakat Kodingareng yang tidak dilibatkan dalam konsultasi publik. 

Hal itu diakui DPLH, merujuk pada data yang diperoleh tim amdal yang terdiri dari para ahli dan beberapa pakar yang telah melakukan kajian akademik dan penelitian langsung di wilayah tambang saat ini. 

“Memang sebelumnya kita tidak libatkan masyarakat Kodingareng karena setelah tim amdal yang terdiri dari para ahli dan beberapa pakar melakukan kajian dan penelitian di titik lokasi tambang di Galesong Utara Takalar. Data yang diperoleh, nelayan yang beroperasi di titik tambang itu masyarakat nelayan Galesong Utara, tidak ada nelayan dari Pulau Kodingareng. Kemudian arah angin mengarah ke pantai Galesong Utara” urainya.

Selain itu, potensi abrasi yang menunjukkan tanda itu hanya di wilayah Galesong Utara. Atas dasar itulah sehingga masyarakat Galesong Utara yang terlibat dalam studi sejak awal hingga akhir.

“Nah dalam perjalanannya (kajian amdal) masyarakat Kodingareng juga dilibatkan, bahkan kita sudah RDP dengan masyarakat Kodingareng di DPRD menghadirkan beberapa tokoh masyarakat, nelayan dan pemerintah setempat, mereka sepakat menerima pemberdayaan. Tetapi setelah beberapa bulan kemudian mungkin ada pembisik sehingga ada aspirasi (penolakan) yang turun” ungkapnya.

(Rusdi)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

perhapmi
perhapmi