Ketua Tim Pemenangan Paparkan Siapa Yang Ingin Ganggu IYL-Cakka di Jalur Independen
MAKASSAR – Kekhawatiran kubu Ichsan Yasin Limpo-Andi Mudzakkar (IYL-Cakka) mengenai adanya “pembegal demokrasi” yang mencoba mengganggu berkas dukungan independen, mulai ketahuan.
Salah satu modus yang dijalankan, yakni menggiring opini lewat rilis berita ke media seolah-olah kedok IYL-Cakka asal mencaplok dukungan warga, dengan memunculkan warga yang bicara.
Padahal jika sesuai aturan, verifikasi faktual baru dimulai 12 Desember 2017. Artinya, jika ada warga mengetahui ada namanya di berkas yang bakal di verifikasi faktual, maka bisa saja ada dugaan kerahasiaan dibocorkan.
Di penggiringan opini, kubu yang ditengarai bagian dari kandidat tertentu, langsung “memvonis” Tim IYL-Cakka melakukan modus kecurangan, tanpa ada konfirmasi.
Parahnya, mereka menyebut sejumlah warga yang asal dicaplok KTPnya oleh Tim IYL-Cakka. Termasuk menuding langsung itu dilakukan oleh Tim IYL-Cakka.
Terkait penggiringan opini yang mulai dilakukan kubu tertentu, Tim IYL-Cakka meminta para relawan dan simpatisannya untuk tidak terprovokasi, melainkan tetap mengawal berkas dukungan rakyat.
“Beri kesempatan kepada penyelenggara melakukan verifikasi faktual, sambil kita melakukan pengawalan ketat. Aroma pembegalan demokrasi, sejak dulu memang sudah tercium,” ujar Ketua Tim Pemenangan Rumah Kita IYL-Cakka, Bahar Ngitung saat dikonfirmasi, Senin (11/12/2017) malam.
Menurut dia, tudingan yang dihembuskan pihak pembegal demokrasi, seolah ingin memutarbalikkan fakta kalau banyak dukungan rakyat tidak memenuhi syarat. Padahal sesungguhnya, jauh sebelum berkas dimasukkan KPU, pihaknya sudah melakukan berbagai antisipasi.
Seperti warga yang memberikan dukungan itu bertandatangan tidak akan mencabut dukungannya. Bahkan, Tim internal sudah melakukan verifikasi tersendiri sebelum diserahkan ke penyelenggara.
Sekadar diketahui, selain menggiring opini seolah-olah mencaplok KTP satu desa, kubu kandidat tersebut juga paling vokal meminta nama-nama yang memberi dukungan dibuka ke publik.
Itu diketahui saat diskusi publik yang menghadirkan komisioner KPU dan akademisi di salah satu warkop. Mereka yang mendesak nama-nama di publish berafiliasi ke kandidat tertentu.
Padahal, jika mengacu pada Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) juga mengatur ketentuan pidana bagi siapa saja yang membocorkan informasi yang dikecualikan atau rahasia negara dengan ancaman maksimal 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 20 juta.