Ahli Hukum Pidana Dr Makkah Angkat Bicara Terkait Penetapan Tersangka Dugaan Tipikor KAT Oleh Kejari Jeneponto Sebelum Hasil Audit BPK Keluar
Makassar, SuaraLidik.com – Terkait permasalahan dugaan Tipikor Rumah KAT dan Balai Sosial T.A 2019 yang diduga dilakukan oleh (HB) dan (A), dan pihak Kejari Jeneponto telah menetapkan kedua tersangka sekaligus penahanan sebelum adanya hasil audit dari BPK/BPKP keluar, mendapat sorotan dari Pakar/Ahli Hukum Pidana, Dr. Makkah, HM, SH, MH, M.Kn.
Sebelumnya, Susanto Gani yang berasal dari Kejaksaan Jeneponto saat di konfirmasi mengatakan bahwa, terkait dengan hasil audit, kami tidak harus menunggu hasil audit dalam penetapan tersangka, sepanjang tim penyidik sudah bisa memperoleh bukti lain terkait kerugian keuangan negara.
“Jadi sekali lagi tidak ada sikap tendensius dalam penanganan perkara ini. Saat ini proses penyidikan masih berjalan, mudah-mudahan dalam waktu dekat perkara ini sudah bisa kami limpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) untuk disidangkan,” jelas Susanto Gani, saat memberikan keterangannya kepada awak Media Suara Lidik, Selasa sore (29/03/2022).
Menanggapi pernyataan dari Susanto Gani, menurut Dr. Makkah mengatakan bahwa, dalam tindak pidana korupsi salah satu jenis korupsi itu yaitu kerugian negara. Kerugian negara ini telah diatur didalam pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dimana dalam pasal 2 dan 3 ini sebelumnya adalah menjadi delik formil, tapi setelah keluarnya putusan MK Nomor 25/PU/IV/2016 menghapus kata dapat. Kata dapat disini adalah merugikan kerugian negara, sehingga delik formil ini menjadi delik materil, yang artinya nanti ketika adanya kerugian negara yang nyata tentang perbuatan tersebut baru bisa dikenakan pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Dari delik formil ini, yang dulunya potensial kerugian setelah keluarnya putusan MK itu bukan lagi potensial kerugian melainkan kerugian nyata, sehingga unsur dapat merugikan negara ini tidak berlaku lagi, akan tetapi kerugian yang nyata dan sehingga harus dibuktikan. Kerugian yang nyata dalam arti kerugian negara ini sudah diatur bahwa yang berhak mendeclare yaitu BPK. BPK salah satunya Lembaga Pemerintah yang di akui berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan kemudian dipertegas kembali Undang-undang BPK yaitu Undang-Undang 15 Tahun 2006 Tentang BPK,” ujar Dr. Makkah, yang merupakan Dosen Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar, Selasa (29/03/2022).
Selain itu, Dr. Makkah menjelaskan, dalam pasal 1 Undang-Undang BPK berbunyi, Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab uang negara, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar RI. Kemudian dipertegas lagi pasal 10 ayat 1 Undang -Undang BPK yang berbunyi BPK menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja atau pun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMD/BUMN dan Lembaga atau Badan lain yang menjalankan pengelolaan keuangan negara.
Ia pun menambahkan, didalam pasal 10 ayat 1 Undang-Undang BPK sangat jelas BPK merupakan salah satunya Lembaga Keuangan Negara yang berhak menetapkan kerugian negara. Kemudian dipertegas lagi di Sema Nomor 4 Tahun 2016 yang berbunyi intansi yang berwenang ada tidaknya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitutional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan, Inspektorat, SKPD, tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan adanya kerugian negara.
Dari situ kita dapat simpulkan bahwa, BPK adalah salah satunya Lembaga Negara yang berhak mendeclare tentang kerugian negara. Ada pun Lembaga lain BPKP atau Instansi Pengawas lainnya itu tidak berhak mendeclare, hanya berhak melakukan pemeriksaan dan audit, apalagi Jaksa yang melakukan perhitungan kerugian negara sendiri.
Ia pun memberi contoh, ketika dirinya memberikan keterangan ahli tentang kerugian negara, kasus di Kabupaten Enrekang sama dengan posisi perkaranya tapi tidak ada kerugian negara. Diajukanlah permohonan praperadilan, akan tetapi Hakim tidak memahami itu, sehingga permohonan praperadilan kami pemohon ditolak, sehingga perkara itu dipaksakan diajukan ke pengadilan, akan tetapi faktanya setelah sidang pokok perkara Hakim mengetahui itu di Pengadilan Makassar memberikan status tahanan kota, dan terbukti di persidangan bahwa ada prosedur yang tidak sesuai dalam menetapkan tersangka.
“Apabila ada aturan Undang-Undang Kejaksaan mengatur bahwa dia berhak untuk melakukan perhitungan kerugian negara, itu sudah jelas melanggar Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, yang artinya hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum,” tegas Dr. Makkah, yang merupakan salah satu Kuasa Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas).